Selasa, 03 April 2012

don't say good bye (˘̩̩̩.˘̩̩̩ƪ)

DON’T SAY GOODBYE

Malam yang dingin itu, Kevin masih saja asyik dengan teropongnya. Ia terus saja mengagumi keindahan langit yang bertaburan bintang tersebut. Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 23.20. Akhirnya kevin menyudahi kegiatannya mengamati bintang dengan teropong kesayangannya tersebut.
       Setelah merapihkan dan menaruh teropong ditempat yang semestinya, kevin kembali kedalam rumah. Saat ia menuju ke dalam rumah melewati kebun belakang, tiba-tiba kevin melihat sebuah kantong plastic hitam besar yang mencurigakan. Kevin terus memperhatikan plastic tersebut. Akhirnya kevin dengan segenap keberaniannya mencoba untuk mendekati kantong plastic besar tersebut

       “Aaaaaaa…” teriak Kevin

       Kevin terperanjat. Ternyata isi dari kantong plastic besar tersebut adalah seorang wanita. Dengan tubuh yang bersimbah keringat dan ketakutan, kevin mencoba memastikan apakah wanita tersebut masih hidup atau tidak, dan ternyata wanita tersebut hanya pingsan. Akhirnya kevin membawa wanita tersebut kedalam rumahnya. Kevin membaringkan wanita tersebut di sofa ruang TV dan menyelimuti wanita tersebut.
       Keesokan hari, wanita tersebut masih belum tersadar dari pingsannya. Kevin mulai panic. Ia mulai menimbang-nimbang apa sebaiknya ia melaporkan semua ini ke kantor polisi. Saat kevin hendak menelphone polisi, tiba-tiba wanita tersebut tersadar. Akhirnya kevin mengurungkan niatnya untuk menelphone polisi. Kevin berdiri dan mulai mendekati wanita tersebut.

       “Hey kau sudah sadar? Apakah kau lapar?” Tanya kevin

       Wanita itu hanya mengangguk. Kevin kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk wanita tersebut. Wanita tersebut hanya diam terpaku melihat kehadiran laki-laki yang tidak dikenalinya tersebut.

       “Hey, ayo kesini sarapannya telah siap”

       Wanita itu perlahan-lahan mendekati kevin. Sejenak wanita itu ragu. Tapi karena kondisi perutnya yang lapar dan didepan matanya tersaji makanan yang kelihatannya lezat, akhirnya wanita itu tanpa menunggu aba-aba dari kevin langsung melahap semua makanan tersebut seakan-akan tidak makan selama satu tahun.

       “hahaha sepertinya kamu lapar sekali. Habiskan makanan ini setelah itu kamu mandi, aku telah menyiapkan air hangat untukmu.” Ujar kevin dengan senyum hangatnya

       “Terima kasih.” Ucap wanita itu akhirnya

       “Jadi, siapa kamu? Bisakah kamu menceritakan kenapa kamu semalam bisa berada di rumahku dalam keadaan seperti itu?” kevin mulai bertanya

       “Aku juga tidak tahu, aku tidak ingat.”

       “Tidak ingat? Bagaimana itu bisa terjadi?” Tanya kevin mulai heran

       “Aku tidak tahu.” Jawab wanita  itu lirih

       “Ok. Kalau begitu siapa namamu?”

       “Aku tidak ingat”

       Kevin mulai bingung. Dia ragu harus melakukan apa, tetapi hati nuraninya tidak tega kalau harus melaporkannya ke kantor polisi. Apalagi wanita ini sepertinya kehilangan ingatannya. Akhirnya kevin memutuskan untuk membiarkan wanita tersebut tinggal dirumahnya sampai wanita itu ingat siapa jati dirinya.

       “Kalau begitu aku panggil kamu Ichi ya, sampai kamu ingat namamu. Oh ya aku hampir lupa. Aku kevin. Kamu boleh tinggal dirumahku untuk sementara waktu sampai ingatanmu sedikitnya bisa pulih. Jadi kamu jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri.” Tutur kevin

       “Terima kasih banyak kevin.” Ucap wanita tersebut yang sekarang bernama Ichi

       “Ya sama-sama, kamu lanjutkan makannya aku mau keluar sebentar. Setelah ini kamu langsung saja mandi ya tidak usah dibereskan biar aku saja.”

       Wanita itu mengangguk dan terus melanjutkan makannya. Sebenarnya didalam hati wanita yang sekarang di panggil oleh Kevin dengan sebutan Ichi tersebut merasa bersalah. Ichi merasa bersalah karena telah membohongi orang yang telah menyelamatkan hidupnya. Dia sebenarnya tau siapa nama dia sebenarnya, dia tau siapa jati dirinya dan dia juga tau apa sebabnya sampai ia bisa berada dirumah kevin. Tapi rasa takut dan trauma yang mendalam membuat Ichi harus membohongi Kevin. Dia takut kalau dia jujur, Kevin akan mengembalikan dirinya ke orang yang telah melakukan perbuatan ini terhadap dirinya. Toh nanti setelah semuanya tenang dan tidak ada orang yang mencarinya, dia akan mencoba untuk jujur kepada Kevin tentang semua kenyataan ini.
       Setelah menghabiskan semua makanan yang tersedia, akhirnya Ichi melanjutkan mandi. Begitu didalam kamar mandi dan membasuh badannya dengan air hangat yang telah disiapkan oleh Kevin, rasanya tubuhnya terasa segar kembali. Ichi teramat bersyukur bisa bertemu dengan kevin sang malaikat penyelamat baginya.
       Setelah selesai mandi, Ichi mengganti pakaiannya dengan kemeja yang telah disiapkan oleh Kevin. Tanpa sadar Ichi menghirup aroma dari kemeja yang sepertinya adalah kemeja Kevin. Mulai terasa getar-getar cinta didalam hati Ichi.

       “Sudah selesai mandinya?” Tanya kevin setelah melihat Ichi keluar dari kamar mandi

       Ichi menoleh dan tersenyum simpul kepada kevin. Kevin terpaku, matanya hanya tertuju kepada Ichi. Tidak disangka wanita yang telah diselamatkannya ini begitu cantik. Ia terus memandangi Ichi tanpa berkedip.
       “Ada yang salah vin?” Tanya Ichi karena heran dipandangi terus oleh kevin

       “Oh tidak, maaf Ichi aku hanya pangling melihatmu.” Jawab kevin jujur

       “Pangling?”

       “Ya, tidak disangka kamu begitu cantik.”

       Rona wajah Ichi berubah menjadi merah. Ia senang mendengar pujian dari kevin. Apalagi sepertinya kevin jujur atas ucapannya tersebut. Mereka berdua tiba-tiba jadi canggung dengan keadaan mereka yang malu-malu tersebut.
       Hari sudah beranjak malam, seperti malam-malam biasa, Kevin mulai mengeluarkan teropong kesayangannya untuk melihat langit malam lagi. Dia berharap malam ini bisa melihat dan menemukan bintang paling terang diangkasa sana.
       “Kamu mau ikut?” Tanya Kevin        

       “Memang kamu mau kemana?” Ichi balik bertanya

       “Aku mau ke pekarangan belakang, mau melihat bintang. Sepertinya malam ini cerah pasti banyak sekali bintang-bintang yang terang.”

       “Kamu suka bintang?”

       “Ya, dari dulu aku suka bintang. Dulu hampir tiap malam aku mengamati bintang. Sekarang kamu temani aku ya melihat bintang, sudah lama aku tidak ditemani saat melihat bintang.”

       Sebelum Ichi mulai bertanya lagi, Kevin menarik lengan Ichi dan membawanya ke pekarangan belakang. Ternyata benar kata Kevin malam ini begitu terang. Tanpa bantuan teropongpun bintang-bintang bisa dilihat dengan jelas. Kevin tersenyum melihat ketertarikan Ichi terhadap bintang.

       “Bagus kan pemandangannya?”

       “Ya ini semua begitu indah.” Ucap Ichi sambil memberi seulas senyum

       Kevin terus menusuri keindahan angkasa dengan teropongnya. Sedangkan Ichi mengambil kertas dan duduk diayunan sambil tersenyum melihat tingkah Kevin. Ichi mulai membuat sketsa kevin yang tengah asyik meneliti bintang.

       “Kamu sedang apa Ichi? Tidak mau lihat bintang?”

       “Aku sudah melihatnya kok.” Jawab Ichi sambil tertawa kecil

       “Ah, gimana kalau besok kita pergi kesuatu tempat. Disana pemandangannya lebih bagus, bintangnya juga lebih banyak.” Ajak Kevin

       “Dimana?”

       “Nanti juga kamu tahu, aku jamin kamu pasti gak akan nyesel kalau sudah tahu tempatnya.”

       “Baiklah.”

       Keesokan harinya Kevin dan Ichi mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mereka bawa ketempat itu. Sampai detik ini pun Kevin masih merahasiakan tempat itu kepada Ichi. Ichi semakin tidak sabar untuk sampai ketempat tersebut.
       Tidak terasa sudah satu jam setengah perjalanan mereka ketempat tersebut. Ichi tertegun melihat pemandangan tersebut. Didepannya terdapat hamparan ilalang yang begitu indah, Kevin mengajak Ichi mencari tempat untuk mendirikan tenda mereka.

       “Bagaimana, kamu senang?” Tanya Kevin penuh harap
       “Ya aku senang, tempat ini begitu cantik. Terima kasih Kevin.”

       “Aku ikut senang melihatnya.”

       “Kamu sering ketempat ini?” Tanya Ichi sambil terus memandangi hamparan ilalang tersebut

       “Ya dulu aku sering ketempat ini, tapi sudah 5 tahun aku tidak pernah kesini lagi. Tapi ternyata tempat ini masih seindah dulu.”

       “Loh, kenapa lama sekali? Memang dulu kamu sering kesini dengan siapa?” Tanya Ichi penasaran

       Kevin tidak menjawab pertanyaan Ichi tersebut. Dia malah asik menyiapkan teropongnya dan alat untuk memanggang daging. Ichi menunggu Kevin untuk menjawab, tapi sepertinya Kevin tidak akan menjawab pertanyaannya. Akhirnya Ichi membantu Kevin mempersiapkan alat pemanggang daging.
       Saat sore tiba, Ichi dan Kevin tengah asik bermain di hamparan ilalang sambil berfoto. Mereka menikmati kebersamaan ini. Entah kenapa mereka sudah mulai merasa nyaman satu sama lain.
       Saat kevin mengambil foto Ichi, tiba-tiba wajah Ichi berubah menjadi wajah Ana. Kevin tersentak, sudah lama dia tidak melihat Ana, sejak Ana hilang 5 tahun yang lalu. Sampai sekarangpun Kevin tidak tahu keberadaan Ana, tapi karena kehadiran Ichi jadi mengingatkan kembali semua kebersamaannya dengan Ana.
       Malam tiba, Kevin mulai melakukan hobinya melihat bintang. Sedangkan Ichi sibuk memanggang daging untuk makan malam mereka berdua.

       “Ichi coba kamu lihat, ada bintang yang sangat terang.” Ujar Kevin antusias
       “Mana? Coba aku lihat.” Tanya Ichi sambil mulai mendekati Kevin

       “Coba kamu lihat yang sebelah situ, terang dan indahkan?”

       “Ih.. yang paling terang dan indah yang sebelah sana Vin.” Ucap Ichi sambil meledek

       “Hahah ok aku ngalah, tapi ada yang lebih indah lagi tahu.”

       “Apa?” Tanya Ichi penasaran

       “Wajah kamu.” Ujar Kevin memuji

       “Hahaha kamu gombal Vin, udah yuk kamu makan dulu, dagingnya sudah matang.” Ajak Ichi

       Mereka berdua makan di lapangan penuh ilalang ditemani kicauan burung dan disinari oleh terangnya sinar bulan dan bintang. Tanpa terasa pertemuan mereka ini membuat mereka semakin dekat dan mulai menyayangi satu sama lain. Apalagi Ichi berharap, semoga penderitaannya kemarin akan digantikan kebahagiaan oleh Tuhan dengan hadirnya Kevin disampingnya.
       Satu bulan sudah Ichi berada dirumah Kevin. Walau mereka tidak memutuskan untuk mempunyai hubungan yang special, tapi cara mereka bersikap satu sama lain membuktikan bahwa mereka lebih dari seorang teman atau semacamnya. Semakin hari mereka semakin dekat layaknya sepasang kekasih dan Ichi amat bahagia karenannya. Sampai-sampai ia melupakan semua masalah yang pernah menimpanya.
       Suatu hari Kevin dan Ichi pergi ke salah satu supermarket. Mereka ingin belanja untuk makan nanti malam. Tanpa mereka berdua sadari, ada seseorang yang dari tadi memerhatikan mereka. Bahkan sampai mereka pulang kerumah, orang tersebut masih mengintili mereka.
       Sepulang dari supermarket Kevin pergi ke kamar bacanya. Sedangkan Ichi duduk diruang TV sambil menonton TV. Menjelang maghrib, Kevin belum juga keluar dari kamar bacanya. Akhirnya Ichi menghampiri Kevin, ternyata didalam Kevin tengah tertidur lelap. Ichi mengambilkan selimut dan menyelimuti tubuh Kevin.
 Tiba-tiba mata Ichi tertuju pada album foto yang terbuka diatas meja. Ichi mulai membuka tiap lembar yang ada dialbum foto tersebut. Didalam album tersebut banyak foto Kevin dengan seorang wanita cantik yang Ichi tidak tahu siapa. Ada rasa sedih yang menyelimuti hati Ichi melihat foto-foto tersebut. Terjawab sudah pertanyaannya yang dulu pernah dipertanyakan Ichi tetapi tidak dijawab oleh Kevin.
Saat malam tiba mereka duduk diayunan pekarangan belakang rumah Kevin. Mereka hanya duduk sambil berdiam diri memandangi kerlap-kerlip bintang diatas sana. Ichi mulai membaringkan kepalanya ke pundak Kevin. Entah kenapa setelah melihat foto-foto tersebut Ichi merasakan sesuatu yang tidak enak. Dia merasakan bahwa sebentar lagi mereka akan terpisahkan.
Tepat seminggu setelah Ichi melihat foto-foto tersebut, prasangka buruk yang sempat Ichi rasakan ternyata tidak benar. Ternyata sampai detik ini mereka masih berdua. Kevin masih tetap memperlakukannya seperti biasa. Rasa takut yang sempat merasuki hatinya akhirnya hilang sudah.
Saat Ichi tengah asik ngemil dan menonton TV, dan Kevin membersihkan teropongnya tiba-tiba hp Kevin berbunyi.

Drrrrrr ….. ‘So good bye don’t crying, smile..’

“Halo?” ucap Kevin

“Halo Kevin, aku tahu kamu sedang berdua dengan Nindy” ucap orang tersebut disebrang sana

“Siapa ini?” Tanya Kevin penasaran

“Aku adalah seseorang yang kehilangan kekasih. Tapi baru aku tahu ternyata kekasihku ada didalam rumahmu, sedang bersamamu.” Jawab suara serak tersebut

“Apa maumu?” Tanya kevin yang mulai tegang

“Simple Kevin. Aku tahu kamu sedang mencari kekasihmu yang hilang 5 tahun yang lalu. Ana..ya Ana ada bersamaku, aku berhasil menemukan kekasihmu.”

“Jangan bercanda! Apa maumu?” Tanya Kevin sekali lagi

“Aku hanya ingin kamu mengembalikan Nindy kepadaku, setelah itu kamu akan mendapatkan Ana mu yang telah hilang itu. Nindy adalah pacarku yang hilang hampir 2 bulan, dia kabur setelah kami bertengkar. Sepertinya dia tidak menceritakannya kepadamu, tapi yang jelas dia adalah milikku! Dan kau harus mengembalikannya. Kalau kau setuju, ku tunggu kau hari ini juga jam 3 sore di lapangan ilalang.”

Tuut..Tuut..Tuut

Kevin terperanjat, sungguh mustahil orang tersebut menemukan Ana. Dia juga tidak mungkin memberikan Ichi atau Nindy kepada orang tersebut, sungguh semua ini pasti lelucon. Tapi entah kenapa hati Kevin menginginkan semua ini adalah kenyataan. Dia terus memandangi wajah Ichi. Apakah dia tega menukar Ichi dengan kembalinya Ana?
Setelah berfikir, akhirnya Kevin memutuskan untung pergi ke lapangan ilalang membawa Ichi. Dia hanya ingin memastikan terlebih dahulu apa orang tersebut benar-benar serius dengan ucapannya. Ichi sangat senang diajak ke lapangan ilalang tersebut. Dia tidak tahu bahwa akan ada bencana besar yang akan menjemputnya.

“Kevin, kenapa kita kelapangan ilalang tidak membawa apa-apa? Teropongmu mana?” Tanya Ichi penuh semangat

“Tidak perlu.”

“Oh kita hanya jalan-jalan saja ya?” Tanya Ichi dengan senyum mengembang

Kevin hanya mengangguk kaku. Didalam mobilpun Kevin hanya diam saja. Ichi sempat heran melihat tingkah Kevin yang tidak seperti biasanya tersebut. Tetapi setelah melihat lapangan yang penuh ilalang tersebut Ichi kembali bersemangat.

“Hah, rasanya seperti setahun yang lalu kesini, padahal baru dua bulan yang lalu ya.” Ucap Ichi memecahkan kesunyian

Hening…
“Kevin, kita mau ngapain? Kenapa kamu diam saja?” Tanya Ichi mulai heran

“Ikut saja denganku Nindy!” jawab Kevin ketus

“Nindy? Bagaimana? Kamu kenapa?” Tanya Ichi mulai ketakutan

Tiba-tiba Ichi melihat sebuah mobil disebrang sana. Langkahnya pun terhenti. Dia melihat didepan mobil tersebut terdapat Andre pacarnya dan wanita yang ada didalam foto album milik Kevin. Ichi mulai menyadari bahwa ada yang tidak beres. Apakah Kevin akan mengembalikannya ke pacarnya yang telah tega menganiaya dan membuangnya itu?. Kevin mulai menyadari bahwa Ichi sudah tidak mengikutinya berjalan, Kevin menghampiri Ichi dan mulai menarik tangan Ichi dengan kasar.

“Ayo.” Ajak Kevin

“Aku tidak mau.” Tolak Ichi                

Kevin memandang wajah Ichi dengan perasaan sedih dan bersalah.

“Kenapa Vin, kenapa?” Tanya Ichi sambil berurai air mata

“Kamu harus kembali ke pacarmu Nindy, dia mencarimu.” Jawab Kevin sambil memalingkan muka

“Tidak! Aku tidak mau! Dia hanya ingin menyiksaku! Ayo kita pulang Kevin, ayo” ajak Ichi

“Aku tidak bisa pulang bersamamu.” Jawab Kevin sambil memandang wajah wanita yang ada disebrang sana

“Kenapa? Siapa wanita itu?”

“Dia adalah pacarku yang hilang selama 5 tahun, dan pacarmu berhasil menemukannya. Aku menginginkan Ana kembali.” Ucap Kevin keras

“Kevin..” ucap Ichi lirih

Tiba-tiba Kevin melepaskan genggaman tangannya. Kevin terus berjalan menghampiri Andre dan Ana. Ichi hanya bisa diam melihat kepergian Kevin. Lalu Kevin memeluk tubuh Ana, dan Andre mulai menghampiri Ichi. Kevin pergi dengan menggandeng tangan Ana tanpa menoleh sedikitpun ke Ichi, sedangkan Ichi diseret oleh Andre untuk masuk kedalam mobil. Ichi mencoba berontak, tetapi Ichi tidak bisa mengalahkan kekuatan Andre.

“Kevin, Kevin!!!” teriak Ichi
Kevin tetap tidak menoleh, Kevin terus jalan dan masuk kedalam mobilnya bersama Ana. Akhirnya Ichi sadar, bahwa dia tidak akan mungkin bisa mendapatkan Kevin. Dia tidak akan mungkin menggantikan Ana. Andre membekap Ichi di kursi belakang. Akhirnya mobil Andre pergi meninggalkan lapangan ilalang yang penuh kenangan tersebut.
      

poems for the beloved teacher :'*


Engkau Guruku yang lahir dari ketulusan dan jiwa luhur,
Membimbingku menatap luasnya ilmu dan dalamnya pengetahuan
Engkau mengajarkan tutur kalimat indah yang lembut
Menaburkan benih-benih kasih yang tiada lelah


Guruku,
Engkau adalah penumbuh kuat sayapku agar bisa terbang jauh menuju luasnya dunia
Engkau adalah obor dikala gelap pengetahuanku menemui
kepekatan


Tiga tahun sudah aku menimba ilmu
Tiga tahun sudah aku dan teman-temanku kau tuntun dengan kesucian jiwamu
Setiap lembar kertas kutulis darimu untuk bekal menyongsong masa depan
Agar aku dan teman-temanku kuat menapak mantap meraih kemenangan

Kini saatnya kuucapkan rasa terima kasihku yang tiada tara
Kupersembahkan hadiah sebait puisi untukmu
Agar menjadi kenangan diantara kita
bahwa pernah terjalin sebentuk kasih

Perpisahan ini bukanlah putusnya hubungan kita,
Tetapi aku ingin melangkah menuju jenjang yang lebih tinggi
Aku akan selalu mengenangmu seputih jiwamu
Semoga Allah membalas semua kebaikan dan kebijaksaanmu,
Semoga Allah membalas semua ketulusanmu dan pengabdianmu.


 
For beloved teacher SMAN 13 Bekasi :*

Kisah Kita (◡‿◡✿)

Daun-daun dengan bulir-bulir air yang melekat sehabis hujan menyambut Lia dan teman-temannya. Lampu taman yang kekuningan membuat suasana saung dibelakang rumah Piah semakin merona dan membuat pantulan yang indah dimata mereka. Bau tanah basah hinggap sesaat di penciuman mereka, entah untuk keberapa kalinya.
       “Haduh cape banget ya abis belanja, pegel euy!” kata Piah.
       “Banget deeh, eh Piah bagi makanan kek laper nih!” Dewi menyambung.
       “Buset dah, makan mulu kamu Wi! Liat tuh Lia, dia yang semangat aja gak kelaperan kayak kamu.” sindir Piah.
       “Hahaha..liat kalian mau belanja aku jadi ikut-ikutan semangat, apalagi liat Dewi sibuk nyoba-nyoba baju.” sambung Lia sambil memainkan kakinya di rumput.
       “Oh iya, ini buat kamu.” Tiya ikutan ngomong sambil memberikan kantong belanjaan ke Lia.
       “Loh, apa ini?” tanya Lia kebingungan.
       “Hadiah dari kita buat kamu, abis kamu asik sendiri milihin baju buat kita, sampe-sampe kamu sendiri gak sempet milih-milih.” Nurul memperjelas.
       “Kita gak suka ah tiap kita jalan kamu yang gak pernah belanja, sekali-sekali jangan ngirit gitu kenapa!” Piah nyambung lagi.
       “Kalian kan tahu aku ngirit buat apa.” jawab Lia lirih.
       “Nah yaudah kalau gitu, terima hadiah ini. Jangan ditolak! Kita juga pengen liat kamu seneng-seneng.” Dewi mendesis pelan.
       Satu yang paling Lia banggakan dari teman-temannya ini adalah mereka tidak pernah meninggalkan Lia walau Lia bukan orang yang berada seperti mereka. Mereka juga tidak pernah memperburuk keadaan atau masalah yang ada dalam diri mereka.
       Sambil membetulkan letak duduknya dan menyelonjorkan kaki, Lia menatap langit malam diatasnya. Entah kenapa Lia menitikan air mata dan merasa amat bersyukur mempunyai teman-teman yang hebat seperti mereka semua.
***

       Keesokan harinya, pada jam pelajaran Bahasa Indonesia. Tiba-tiba bukan Bu Feni yang memasuki ruang kelas Lia, melainnkan Bu Endang selaku guru BK. Setelah memberi salam Bu Endang langsung menjelaskan maksud kedatangannya ke kelas Lia. Dia menjelaskan tentang PMDK dan SNMPTN yang sebentar lagi akan diadakan. Beliau menjelaskan bagaimana prosedur-prosedur yang musti diikiuti jika ingin mendapatkan undangan SNMPTN.
       Saat Bu Endang menjelaskan masalah biaya pendaftaran SNMPTN, Lia terenyuh. Bagaimana mungkin dia bisa mengikuti SNMPTN dengan biaya pendaftaran semahal itu. Dia tidak mungkin membebankan ini semua ke Bundanya. Biaya sekolah saja sudah sangat memberatkan Bundanya, apalagi harus membayar pendaftaran SNMPTN yang tidak sedikit itu.
       Lia menghembuskan nafas panjang, tak lagi dia dengar celotehan Bu Endang didepan kelas. Sekarang fikiran Lia sedang berkelana kesana-kemari, memikirkan bagaimana langkah selanjutnya. Baru mau ikut pendaftarannya saja sudah tidak mampu, apalagi harus benar-benar melanjutkan kuliah. Air mata sudah berlinang di kedua buah kelopak matanya.
       “Ah kalau kamu mah pasti bisa dapet SNMPTN undangan.” ucap Piah memecah lamunan Lia.
       “Hah? Oh iya-iya.” jawab Lia kaget.
       “Kamu kenapa? Kok kayak kaget gitu?” tanya Piah.
       “Aku gak apa-apa, cuma mikirin SNMPTN.” jawab Lia lirih.
       “Ngapain dipikirin! Kamu mah pasti dapet, tinggal bayar pendaftarannya doang. Kamu tuh enak banget!” Piah memperpanjang omongannya.
       Lia diam sejenak. Air matanya serasa banar-benar akan tumpah. Tapi Lia enggan menangis di depan orang, apalagi didepan sahabatnya sendiri. Lia cuma tak ingin dikasihani.
Piah menatap mata Lia. Tiba-tiba Piah menyesali ucapannya terhadap Lia. Piah jadi salah tingkah dan bingung harus berbuat apa. Dia tahu bahwa ekonomi keluarga Lia sedang tidak baik dan bahkan mungkin karena masalah ekonomi ini bisa menghancurkan impian Lia untuk kuliah.
***

       “Aku jadi merasa bersalah nih.” ujar Piah.
       “Kenapa Piah?” Tiya berkata pelan.
       “Aku tadi salah ngomong sama Lia. Seharusnya aku gak bilang kalau dia enak banget tinggal bayar pendaftaran SNMPTN, padahal kita tahu masalah ekonomi keluarganya.” ujar Piah sambil menyesal.
       “Yaudah, kamu kayak gini juga gak nyelesaiin masalah. Seharusnya tuh kita cari solusi buat Lia.” ucap Nurul bijak.
       “Tapi apa? Lia gak akan mungkin mau nerima uang dari kita, kalian kan tahu?” Dewi langsung menengok ke teman-temannya.
       “Terus mau gimana lagi? Jalan satu-satunya ya cuma itu agar impiannya gak ilang gitu aja.” Tiya garuk-garuk kepala sambil melihat Dewi.
       “Kita coba cari cara lain nanti. Pokoknya kita harus bantuin sahabat kita itu. Dia gak boleh menghancurkan impiannya sendiri hanya karna faktor ekonomi.” Piah meyakinkan.
***

       Sementara itu tanpa ke-4 sahabatnya tahu, Lia mencoba mencari pekerjaan sampingan untuk mengumpulkan uang. Dia hanya ingin berusaha sendiri tanpa merepotkan orang-orang disekitarnya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki masalah ekonomi keluarganya.
       Hampir tiga hari Lia sudah mondar-mandir mencari pekerjaan apa saja yang bisa dia kerjakan dan menghasilkan uang. Tapi apa daya, orang yang sudah punya ijazah SMA dan gelar sarjana saja belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan. Apalagi dia yang masih sekolah dan meminta kerja part time. Dengan langkah gontai dan tubuh yang lemas akhirnya dia menyerah mencari pekerjaan.
       Lima bulan kemudian pemberitahuan calon siswa-siswi yang mendapatkan SNMPTN undangan. Lia sudah tidak tertarik lagi. Lia sudah pasrah. Walau dia yakin, dia pasti mendapatkan SNMPTN undangan, tapi apalah guna SNMPTN undangan kalau untuk biaya pendaftarannya saja dia tidak dapat memenuhinya.
       Tiba-tiba dari speaker kelas terdengar pengumuman bahwa Lia ditunggu di ruang BK sekarang. Dengan pertanyaan yang berkecamuk didalam hati, dia melangkah menuju ruang BK yang berada dilantai bawah.
       “Assalammu’alaikum.”salam Lia.
       “Wa’alaikumsalam.” jawab Bu Endang ramah.
       “Ibu maaf, tadi katanya saya disuruh keruangan Ibu, ada apa ya Bu?” tanya Lia penasaran.
       “Iya, ini menyangkut soal SNMPTN undangan.” ucap Bu Endang langsung.
       Hening sebentar. Lia hanya menatap kedua buah bola mata bu Endang tanpa mengucapkan apapun. Rona wajahnya memerah, tapi dia mencoba menahan air matanya. Akhirnya karena Lia tidak mengucapkan apapun, Bu Endang memulai lagi pembicaraannya.
       “Kamu tahu kan kalau kamu mendapatnkan SNMPTN undangan?” Bu Endang memulai lagi.
       “Iya Bu, saya tahu.” jawab Lia spontan.
       “Tapi sepertinya kamu belum mendaftar, memang tujuan kamu kemana?” tanya Bu Endang.
       “Saya ingin kuliah di UNJ, Bu.” jawab Lia.
       “Ingin jadi guru? Wah ada penerus kalau gitu.” ucap Bu Endang senang.
       Lia hanya tersenyum mendengar ucapan Bu Endang. Ingin rasanya dia menangis, meratap, kenapa ketidakadilan ini terjadi kepadanya. Tapi ia mencoba menahannya dengan menampakkan senyum manis dibibirnya.
       “Tapi kenapa kamu belum mendaftar?” tanya Bu Endang sekali lagi.
       “Saya tidak akan mengambil undangan itu Bu.” jawab Lia lirih.
       “Kenapa? Jangan kamu sia-siakan kesempatan emas ini, banyak teman-teman kamu yang ingin menikmati posisi kamu ini.” ucap Bu Endang menjelaskan.
       “Saya tahu Bu, tapi untuk saat ini saya tidak ada biaya untuk ikut pendaftaran.”
       “Pendaftarannya tidak terlalu mahal, apa kamu tidak memberi tahu orang tua kamu?”
       “Maaf Bu, tapi saya tidak bisa, saya tidak berminat. Saya permisi.”
       Lia dengan cepat bangun dari tempat duduknya dan keluar dari ruang BK. Di depan ruang BK ada ke-4 sahabatnya yang dari tadi mendengar perbincangan Lia dan Bu Endang. Tanpa menyapa ke-4 sahabatnya Lia berlari menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah. Dewi ingin mengejar tapi ditahan oleh ke-3 sahabatnya.
       “Lebih baik kita bicara sama bu Endang.” ucap Piah tegas.
       Ke empat sahabat Lia akhirnya memasuki ruangan BK. Di sana ada Bu Endang yang sepertinya masih bingung atas kepergian Lia yang mendadak tadi. Bu Endang mempersilahkan ke-4 siswi itu duduk.
       “Ada apa Sayang?” tanya Bu Endang langsung.
       “Ibu kami datang kesini ingin meminta maaf atas kepergian teman kami Lia yang kurang sopan, kami harap Ibu mau memaafkan Lia.” ujar Piah spontan.
       “Memangnya ada apa dengan teman kalian itu?” tanya Bu Endang penasaran.
       “Dia sekarang sedang mengalami masa-masa sulit Bu. Keluarganya bangkrut dan ekonomi keluarganya menurun drastic. Maka dari itu dia tidak bisa mendaftar SNMPTN undangan, padahal dia ingin sekali melanjutkan kuliah.” jelas Tiya.
       “Oh jadi itu penyebabnya. Ibu sempat bingung melihat tingkah dia. Tapi kenapa dia tidak konsultasi kepada Ibu?” tanya Bu Endang.
       “Dia memang seperti itu Bu, tidak mau membebankan masalahnya kepada orang lain. Alhasil dia jadi menderita sendiri.” jawab Dewi.  
       “Maka dari itu kami kesini ingin membayar biaya pendaftaran untuk Lia Bu.” ujar piah
       “Tapi  apa Lianya tahu kalau kalian akan membayarkan biaya pendaftarannya?” tanya Bu Endang lagi.
       “Kalau Lia tahu dia tidak akan mengizinkan. Tapi Bu, kami ingin sekali membantu Lia. Kita ingin melihat Lia menggapai cita-citanya. Kami hanya ingin sekali membalas budi atas semua kebaikan Lia.” ucap Nurul panjang lebar.
       “Bu, tolong bantu kami mewujudkan cita-cita sahabat kami. Bagi kami hadiah terindah adalah saat melihat Lia tersenyum bahagia karena bisa mewujudkan cita-citanya.” bisik Dewi.
       “Kami hanya ingin mengembalikan harapan yang sempat hilang Bu, seengganya biarkan Lia berjuang sampai akhir.” ujar Piah sambil menitikan air mata.
       Bu Endang menghapus air matanya dengan tissue. Hari ini dia melihat sebuah persahabatan yang begitu kental. Senang melihat siswi-siswinya masih memiliki solidaritas yang tinggi terhadap temannya. Bu Endang tersenyum kepada ke-4 siswi tersebut sambil mengeluarkan formulir pendaftaran jalur undangan SNMPTN.
       “Kalian tahu kan Universitas dan jurusan apa yang Lia inginkan?” tanya Bu Endang sambil memberikan formulir.
       “Tahu Bu!” jawab ke-4 siswi itu serempak.
***



        Dengan langkah mantap Lia pergi ke ruang teater. Dia tahu bahwa ke-4 sahabatnya pasti ada di ruangan tersebut. Dia melihat ke-4 sahabatnya tengah asik bercanda dan tertawa. Dengan perasaan amarah yang menggebu-gebu Lia melangkah masuk ke ruang teater dan mulai mendekati ke-4 sahabatnya tersebut.
        “Apa maksud semua ini?” tanya Lia sambil memperlihatkan formulir pendaftaran SNMPTN.
        “Lia jangan emosi dulu, dengerin dulu penjelasan kita.” Dewi berkata lembut sambil memegang bahu Lia.
        “Kita gak bermaksud apa-apa Lia, kita cuma pengen bantu kamu.” Piah tersenyum, berkata pelan sambil membetulkan letak dasinya.
        “Tapi kan aku udah bilang, aku udah gak tertarik lagi. Kenapa kalian masih aja ngotot! Tanpa seizin aku kalian daftarin nama aku, punya hak apa kalian!” ucap Lia kasar.
        “Kita tahu, seharusnya kita izin dulu sama kamu. Tapi kita tahu kamu pasti nolak.” tiba-tiba Nurul ikut bicara.
        “Kita cuma pengen mengembalikan harapan kamu yang pernah hilang.” tambah Tiya.
        “Tapi percuma! Sekarang mungkin aku bisa ikut SNMPTN undangan karena kalian yang biayain. Tapi nanti pas aku kuliah, apa kalian juga yang mau biayain? Jangan ngelibatin masalah yang sebenarnya kalian gak tahu! Aku berterima kasih banget karena kalian care sama aku, tapi  ini semua gak akan ngerubah apapun. Aku harap kalian ngertiin aku aja, dukung aja apa yang sekarang bakal aku jalanin, tanpa harus ikut campur!” jelas Lia, kemudian dia pergi meninggalkan teman-temannya yang tertegun mendengar semua ucapan Lia.

***

       Malamnya tanpa diduga Lia pergi ke rumah Piah. Dia hanya berniat untuk meminta maaf kepada sahabatnya karena telah berkata kasar tadi siang. Dengan muka sembab dan tubuh yang lemah Lia mengetuk pintu rumah Piah.
       “Assalammu’alaikum.”
       “Wa’alaikumsalam, Lia tumben malem-malem kesini. Kenapa sayang?” tanya Piah sembari menyuruh Lia masuk.
       “Bisa kumpulin anak-anak sekarang gak? Ada yang mau aku omongin sama kalian.” ucap Lia lemah.
       Tanpa bertanya lagi, Piah menelphone ke-3 sahabatnya untuk datang kerumanya. Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya ke-3 sahabat mereka datang ke rumah Piah. Mereka merasa miris melihat keadaan Lia. Akhirnya dengan bantuan sahabatnya Lia dituntun ke saung tempat mereka biasa ngumpul.
       “Aku mau minta maaf sama kalian atas perkataan aku tadi siang.” Lia menatap ke-4 sahabatnya.
       “Gak perlu Lia, kita ngerti kok. Kita yang seharusnya gak ikut campur.” ucap Piah sambil merangkul Lia.
       “Kita tahu ini berat buat kamu, kita bakal dukung kamu kok, dukung semua keputusan kamu.” ujar Tiya sambil ikut merangkul Lia.
       “Makasih ya, kalian emang sahabat terbaik aku,. Aku bahagia punya sahabat kayak kalian.” Lia berkata sambil menitikan air mata.
       Sesaat mereka berlima berpelukan. Menikmati setiap hembusan angin malam yang menerpa tubuh mereka. Perlahan-lahan mereka melepas pelukannya sambil saling menghapus air mata yang sempat jatuh membasahi pipi mereka.
       “Aku bakal ngambil undangan SNMPTNnya.” ucap Lia sembari menghapus air mata.
       “Kamu serius Lia?” tanya Nurul antusias.
       “Iya, aku gak mau nyia-nyiain uang kalian, dan tadi juga aku diberi tahu Bu Endang kalau aku didaftarin Bidik Misi, aku bakal dapet beasiswa buat kuliah.” jawab Lia sambil tersenyum.
       “Alhamdulillah, disetiap cobaan pasti ada jalan ya.” tutur Dewi mengucap syukur.
       “Berarti kita bisa sama-sama kuliah, asik!” jerit Piah sambil memeluk Lia.
       “Iya semoga aku diterima, dan persyaratan untuk bidik misinya juga diterima.” ucap Lia 
       “Pasti Lia, kita yakin kamu pasti bakal dapetin itu semua. Semangat ya sayang.” ujar Tiya.
Dua bulan kemudian, Lia mendapatkan pengumuman bahwa ia berhasil menembus jalur SNMPTN ke UNJ dan persyaratan Bidik Misinya diterima. Dengan perasaan yang teramat bahagia Lia sujud syukur sambil mengucap syukur. Air mata bahagia jatuh ke wajah cantiknya. Akhirnya ia bias melanjutkan cita-citanya dengan meneruskan kuliah.
Sebagai rasa bahagia dan ucapan selamat, ke-4 sahabatnya Lia mengadakan acara bakar-bakar dirumah Piah. Mereka semua ingin merayakan keberhasilan Lia dan sebagai acara perpisahan karena mereka sudah tidak satu sekolah lagi. Sekarang Piah kuliah di UI jurusan kedokteran, Dewi kuliah kebidanan, Nurul dan Tiya kuliah di UNSUD.
“Selamat atas keberhasilan kita! Semoga setelah male mini kita masih bisa kumpul ya.” Ujar Piah memecah kesunyian.
“Iya jangan pada sombong-sombong, musti jaga komunikasi.” Ucap Nurul mengingatkan
“Bakal kangen banget nih sama kalian.” Tutur Dewi dengan mulut penuh makanan.
“Aku pasti gak bakal ketemu sahabat seperti kalian. Kalian yang terbaik. Makasih ya buat semuanya.” Kata Lia sambil menitikan air mata.
“Kita juga berterima kasih sama kamu Ly, karena kamu udah ngajarin kita arti keikhlasan dan perjuangan. Jangan sungkan-sungkan hubungi kita kalau butuh bantuan.” Tiya ikutan, sambil memeluk Lya dan ke-3 sahabatnya.
       Terlihat dari langit udara malam yang hangat di lingkaran kecil itu perlahan bergerak keatas menjauhi mereka, terus terbang tinggi ke langit dan berubah menjadi udara dingin yang berkeliaran bergerak lincah diantara semburat percik bintang-bintang. Udara itu akhirnya terbang lemah, hinggap di suatu bintang paling terang, menjatuhkan segala kenangan tentang persahabatan, tawa dan mimpi mereka yang telah mereka bawa kelangit tinggi mahasempurna. Bulan merekam hangat mereka. Semesta pun tersenyum dan bermimpi indah di malam itu, entah untuk yang keberapa kalinya.


       ***